Puji
syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya, kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “PERMENKES RI NO 1464/MENKES/PER/X/2010
Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan ” tepat pada waktunya. Makalah
ini merupakan tugas mata kuliah “Etikolegal Dalam Paraktik Kebidanan”.
Makalah
ini merupakan inovasi pembelajaran untuk memahami dan mengetahui bagaimanakah
sebenarnya Perkembangan psikologi pada remaja. Semoga makalah ini dapat berguna
untuk para pembaca pada umumnya dan
untuk penulis pada khususnya. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu. Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu kami sangat membutuhkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun dan pada intinya untuk memperbaiki
kekurangan-kekurangan agar dimasa yang akan datang lebih baik lagi.
DAFTAR ISI
BAB I
Tiap
profesi pelayanan kesehatan dalam menjalankan tugasnya mempunyai batas jelas
wewenangnya yang telah disetujui oleh antar profesi dan merupakan daftar wewenang yang
sudah tertulis. Dengan pesatnya globalisasi yang semakin mempengaruhi kehidupan
sosial masyarakat dunia, juga mempengaruhi munculnya masalah/penyimpangan etik
yang akan mempengaruhi pelayanan kebidanan, misalnya dalam praktek mandiri,
bidan yang bekerja di RS, RB atau Institusi Kesehatan lainnya.
Mutu
pelayanan kebidanan berorientasi pada penerapan kode etik dan standar pelayanan
kebidanan, serta kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan
pelayanan kebidanan. Dari dua dimensi mutu pelayanan kebidanan tersebut, tujuan
akhirnya adalah kepuasaan pasien yang dilayani oleh bidan.
Bidan
sebagai salah satu tenaga kesehatan pemberi pelayanan kepada masyarakat harus
memberikan pelayanan yang terbaik demi mendukung program pemerintah untuk
pembangunan dalam negara, salah satunya dalam aspek kesehatan. Maka diperlukan
adanya Peraturan ataupun Undang-Undang Kesehatan yang memuat Registrasi dan
Praktik Bidan termasuk didalamnya mengenai Izin dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan seperti yang diatur dalam PERMENKES RI NO 1464/MENKES/PER/X/2010.
a.
Apa saja ketentuan umum yang termuat didalam
Permenkes RI No 1464/menkes/per/x/2010 ?
b.
Bagaimana Izin Praktik Bidan ?
c.
Bagaimana Penyelenggaraan Praktik Bidan
?
d.
Bagaimana Pembinaan dan Pengawasan dalam
Praktik Bidan ?
e.
Bagaimana Ketentuan Peralihan dalam
Praktik Bidan ?
f.
Bagaimana sanksi bidan jika melakukan
pelanggaran ?
1.3
Tujuan
Mengetahui dan memahami isi dari
Permenkes 1464 tahun 2010 tentan Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
sehingga bisa diterapkan bagi yang bersangkutan dan membantu meningkatkan mutu
dibidang pelayanan kesehatan.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Bidan adalah seorang perempuan yg lulus
dari pendidkan bidan yang telah teregistrasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
2.
Fasilitas pelayanan kesehatan adalah
tempat yg digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik
promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif, yang dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan / atau masyarakat.
3.
Surat Tanda Registrasi, selanjutnya
disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada
tenaga kesehatan yang diregistrasi setelah memiliki sertifikat kompetensi.
4.
Surat Izin Kerja Bidan, selanjutnya
disingkat SIKB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah
memenuhi persyaratan untuk bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
5.
Surat Izin Praktik Bidan, selanjutnya
disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah
memenuhi persyaratan untuk mejalankan praktik bidan mandiri.
6.
Standar adalah pedoman yang harus
dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi yang meliputi standar
pelayanan, standar profesi, dan standar operasional prosedur.
7.
Praktik mandiri adalah praktik bidan
swasta perorangan.
8.
Organisasi profesi adalah Ikatan Bidan
Indonesia (IBI).
Pasal
3
2.
Setiap bidan yg menjalankan praktik
mandiri wajib memiliki SIPB.
3.
SIKB atau SIPB sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) berlaku untuk 1 (satu) tempat.
Pasal 4
1.
Untuk memperoleh SIKB dan SIPB
sebagaimana dimaksud pada pasal 3, Bidan harus mengajukan permohonan kepada
pemerintah daerah kabupaten/kota dengan melampirkan :
a.
Fotokopi STR yang masih berlaku dan
dilegalisir
b.
Surat keterangan sehat fisik dari dokter
yangg memiliki SIP
c.
Surat pernyataan memiliki tempat kerja
di fasilitas pelayanan kesehatan atau tempat praktik
e.
Rekomendasi dari kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk
f.
Rekomendasi dari organisasi profesi.
2.
Kewajiban memiliki STR sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3.
Apabila belum terbentuk Majelis Tenaga
Kesehatan Indonesia (MTKI), Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) dan/atau
proses STR belum dapat dilaksanakan, Surat Izin Bidan ditetapkan berlaku
sebagai STR.
4.
Contoh surat permohonan memperoleh SIKB/
SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Formulir I terlampir
5.
Contoh SIKB sebagaimana tercantum dalam
Formulir II terlampir.
6.
Contoh SIPB sebagaimana tercantum dalam
Formulir III terlampir.
Pasal 5
1. SIKB
/ SIPB dikeluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten / kota
2. Dalam
hal SIKB/ SIPB dikeluarkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota maka persyaratan
sebagaimana dimaksud pada pasal 4 ayat (1) huruf e tidak diperlukan.
3. Permohonan
SIB/ SIPB yang disetujui atau ditolak harus disampaikan oleh pemerintah daerah
kabupaten/ kota atau dinas kesehatan kabupaten/ kota kpeada pemohon dalam waktu
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal permohonan diterima.
Pasal 6
Bidan
hanya dapat menjalankan praktik dan/atau kerja paling banyak di 1 (satu) tempat
kerja dan 1 (satu) tempat praktik.
Pasal 7
1. SIKB/SIPB
berlaku selama STR masih berlaku dan dapat diperbaharui kembali jika habis masa
berlakunya.
2. Pembaharuan
SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota setempat dengan melampirkan :
a.
fotokopi SIKB/SIB yg lama
b.
fotokopi STR
c.
surat keterangan sehat fisik dari dokter
yang memiliki SIP
d.
pasfoto berwarna terbaru ukuran 4×6
sebanyak 3 (tiga) lembar
e.
rekomendasi dari kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota atau pejabat yang
ditunjuk sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf e
f.
rekomendasi dari oranisasi profesi
Pasal
8
SIKB/SIPB dinyatakan
tidak berlaku bila :
a.
Tempat kerja/praktik tidak sesuai lagi
dengan SIKB/SIPB
b.
Masa berlakunya habis dan tidak
diperpanjang
c.
Dicabut oleh pejabat yang berwenang
memberikan izin
2.3
BAB
III PENYELENGGARAAN PRAKTIK
Pasal
9
Bidan dalam mejalankan
praktik berwenang untuk memberikan Pelayanan yang meliputi :
b.
Pelayanan kesehatan anak
c.
Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan
dan keluarga berencana
Pasal 10
1.
Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud
dalam pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa
persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.
2.
Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a.
Pelayanan konseling pada masa pra hamil
b.
Pelayanan antenatal pada kehamilan
normal
c.
Pelayanan persalinan normal
d.
Pelayanan ibu nifas normal
e.
Pelayanan ibu menyusui
f.
Pelayanan konseling pada masa antara dua
kehamilan
3.
Bidan dalam memberikan pelayanan
sebagaimana dimaksud pada ayat 2 berwenang untuk :
a.
Episiotomi
b.
Penjahitan luka jalan lahir tingkat I
dan II
c.
Penanganan kegawat-daruratan, dlanjutkan
dengan perujukan
d.
Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
e.
Pemberian Vit A dosis tinggi pada ibu
nifas
f.
Bimbingan inisiasi menyusui dini dan
promosi ASI ekslusif
g.
Pemberian uterotonika pada manajemen
aktif kala tiga dan postpartum
h.
Penyuluhan dan konseling
i.
Bimbingan pada kelompok ibu hamil
j.
Pemberian surat keterangan kematian
k.
Pemberian surat keterangan cuti bersalin
Pasal 11
1.
Pelayanan kesehatan anak sebagaimana
dimaksd dalam pasal 9 huruf b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak
balita, dan anak pra sekolah
2.
Bidan dalam memberikan pelayanan
kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk :
a.
Melakukan asuhan bayi baru lahir normal
termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi vit K
1, perawatan bayi baru lahir pada masa
neonatal (0-28 hr) dan perawatan tali pusat
c.
Penanganan kegawat-daruratan,
dilanjutkan dengan rujukan
e.
Pemantauan tubuh kembang bayi, anak balita dan anak
prasekolah
f.
Pemberian konseling dan penyuluhan
g.
Pemberian surat keterangan kelahiran
h.
Pemberian surat keterangan kematian.
Pasal 12
Bidan
dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c berwenang untuk
a.
Memberikan penyuluhan dan konseling;
kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
b.
Memberikan alat kontrasepsi oral dan
kondom.
Pasal 13
1.
Selain kewenangan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 10, 11, dan 12, bidan yang menjalankan program pemerintah berwenang
melakukan pelayanan kesehatan meliputi :
a.
Pemberian alat kontrasepsi suntikan,
alat kotrasepsi dalam rahim, dan alat kontrasepsi bawah kulit
b.
Asuhan antenatal terintegrasi dengan
intervensi khusus penyakit kronis
tertentu dilakukan dibawah supervisi dokter
d.
Melakukan pembinaan
peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungan
e.
Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak
balita, anak pra sekolah, dan anak sekolah
g.
Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan
memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian
kondom, dan penyakit lainnya
h.
Pencegahan penyalahgunaan Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi
2.
Pelayanan alat kontasepsi bawah kulit,
asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan
pelaksanaan deteksi dini, merujuk dan memberikan peyuluhan terhadap Infeksi
Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan
Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat dilakukan
oleh bidan yang telah dilatih untuk itu.
Pasal 14
1.
Bagi bidan yang menjalankan praktik di
daerah yang tidak memiliki dokter, dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar
kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
2.
Daerah yang tidak memiliki dokter
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kecamatan atau kelurahan/ desa yang
ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/ kota.
3.
Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak berlaku.
Pasal 15
1.
Pemerintah daerah provinsi/ kabupaten/ kota
menugaskan bidan praktek mandiri tertentu untuk melaksanakan program pemerintah.
2.
Bidan praktek mandiri yang ditugaskan
sebagai pelaksana program pemerintah berhak atas pelatihan dan pembinaan dari
pemeritah daerah provinsi/ kabupaten/ kota.
Pasal 16
1.
Pada daerah yang belum memiliki dokter,
pemerintah dan pemerintah daerah harus menempatkan bidan dengan pendidikan
minimal Diploma III Kebidanan.
2.
Apabila tidak terdapat tenaga bidan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah dan pemerintah daerah dapat
menempatkan bidan yang telah mengikuti pelatihan.
3.
Pemerintah daerah
propinsi/kabupaten/kota bertanggung jawab menyelenggarakan pelatihan bagi bidan
yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memilki dokter.
Pasal 17
1.
Bidan dalam menjalankan praktik mandiri
harus memenuhi persyaratan meliputi :
a.
Memiliki tempat praktek, ruangan praktik
dan peralatan untuk tindakan asuhan
kebidanan, serta peralatan untuk menunjang pelayanan kesehatan bayi, anak
balita dan pra sekolah yang memenuhi persyaratan lingkungan sehat
b.
menyediakan maksimal 2 ( dua ) tempat
tidur untuk persalinan
c.
memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2.
Ketentuan persyaratan tempat praktik dan peralatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) satu tercantum dalam Lampiran Peraturan ini
Pasal 18
1. Dalam
melaksanakan praktek/kerja, bidan berkewajiban untuk :
a.
menghormati hak pasien
b.
memberikan informasi tentang masalah
kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan
c.
merujuk kasus yang bukan kewenangannya
atau tidak dapat ditangani dengan tepat waktu
d.
meminta persetujuan tindakan yang akan
dilakukan
e.
menyimpan rahasia pasien sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
f.
melakukan pencatatan asuhan kebidanan
dan pelyanan lainnya secara sistematis
g.
mematuhi standar
h.
melakukan pencatatan dan pelaporan
penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian
2. Bidan
dalam menjalankan praktik/kerja senantiasa meningkatkan mutu pelayanan
profesinya, dengan mengikuti perkembangan iptek melalui pendidikan dan
pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.
3. Bidan
dlm menjalankan praktik kebidanan hrs membantu program pemerintah dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
Pasal 19
1. Dalam
melaksanakan praktek bidan mempunyai hak :
a.
perlindungan hukum dalam pelaksanaan
praktik/ kerja sepanjang sesuai dengan standar
b.
memperoleh informasi yang lengkap dan
benar dari pasien dan /atau keluarganya
c.
melaksanakan tugas sesuai dengan
kewenangan dan standar
d.
menerima imbalan jasa profesi.
1.
Dalam melakukan tugasnya bidan wajib
melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan pelayanan yg diberikan.
3.
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) untuk bidan yang bekerja di fasilitas pelayan kesehatan.
1.
Menteri, Pemerintah daerah Provinsi,
Pemda kabupaten/kota melakukan pembinaan dan pengawasan dengan mengikutsertakan
Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia, Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi,
organisasi profesi dan asosiasi institusi pendidikan yang bersangkutan.
2.
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud pd ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan
pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat
menimbulkan bahaya bagi kesehatan
3.
Kepala Dinas Kesehatan Kab/kota hraus
melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan praktik bidan.
4.
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas Kab/Kota hraus membuat pemetaan tenaga
bidan praktik mandiri dan bidan di desa serta menetapkan dokter Puskesmas
terdekat untuk pelaksanaan tugas supervisi terhadap bidan di wilayah tersebut.
Pimpinan fasilitas kesehatan wajib
melaporkan bidan yang bekerja dan yang berhenti bekerja di fasilitas pelayanan
kesehatannya pada tiap triwulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota dengan
tembusan kepada organisasi profesi
Pasal
23
1.
Dalam rangka pelaksanaan pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 21, Menteri, pemerintah daerah provinsi,
pemerintah daerah kab/kota dapat memberikan tindakan administratif kepada bidan
yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam
Peraturan ini.
1.
Bidan yang telah mempunyai SIPB
berdasarkan Kepmenkes No 900/Menkes/SK/VI/2002 tentang Registrasi dan Praktik
Bidan dan Permenkes No HK.02.02/Menkes/149/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktik Bidan dinyatakan telah memiliki SIPB berdasarkan
Peraturan ini sampai dengan masa berlakunya berakhir.
2.
Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memperbaharui SIPB apabila Surat Izin Bidan yang bersangkutan telah habis
jangka waktunya berdasarkan Peraturan ini.
Apabila Majelis Tenaga Kesehatan
Indonesia (MTKI) dan Majelis Kesehatan Provinsi (MTKP) belum dibentuk dan/atau
belum dapat melaksanakan tugasnya maka registrasi bidan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan Kepmenkes No 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan
Praktik Bidan.
Bidan yang telah melaksanakan kerja
di fasilitas pelayanan kesehatan sebelum ditetapkan Peraturan ini harus memiliki
SIKB berdasarkan Peraturan ini paling selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak
peraturan ini ditetapkan.
Bidan yang berpendidikan di bawah
Diploma III (D III) Kebidanan yang menjalankan praktik mandiri harus
menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan ini selambat-lambatnya 5 (lima) tahun
sejak Peraturan ini ditetapkan.
a.
Kepmenkes No 900/Menkes/SK/VII/2002
tentang Registrasi dan Praktik Bidan sepanjang yang berkaitan dengan perizinan
dan praktik bidan
2.
Permenkes No HK.02.02/Menkes/149/I/2010
tentang Izin dan penyelenggaraan Praktik Bidan; dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Peraturan ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia.
2.8
PENGERTIAN
PRAKTIK KEBIDANAN DAN KETENTUAN PIDANA
Praktek
kebidanan adalah asuhan yang diberikan oleh bidan secara mandiri baik pada
perempuan yang menyangkut proses reproduksi, kesejahteraan ibu dan
janin/bayinya, masa antara dalam lingkup praktek kebidanan juga termasuk
pendidikan kesehatan dalam hal proses, reproduksi untuk keluarga dan
komunitasnya.
Praktek
kebidanan berdasarkan prinsip kemitraan dengan perempuan bersifat holistik dan
menyatukannya dengan pemahaman akan pengaruh sosial, emosional, budaya,
spiritual, psikologi dan fisik dari pengalaman reproduksinya.Praktek kebidanan
bertujuan menurunkan/menekan mortalitas dan morbilitas ibu dan bayi yang
berdasarkan ilmu-ilmu kebidanan, kesehatan, medis dan sosial untuk memelihara,
meningkatkan dan melindungi kesehatan ibu dan janin/bayinya.
Sedangkan
ketentuan pidana adalah ketentuan yang sengaja dikenakan/dijatuhkan kepada
seseorang yang telah terbukti bersalah melakukan suatu tindakan pidana.
Ketentuan pidana harus berdasarkan kepada ketentuan undang-undang (pidana).
Pidana berlatar belakang tata nilai (value), baik dan tidak baik, sopan dan
tidak sopan, diperbolehkan dan dilarang, dll.
2.9
BEBERAPA
CONTOH KASUS
1. Bidan
tidak memberi pertolongan pertama kepada pasien.
Ny A datang di BPM,
Pada saat proses persalinan Ny A mengalami perdarahan hebat. Bidan yang
menangani persalinan Ny langsung memberikan rujukan tanpa melakukan pertolongan
pertama.
Disini bidan sudah melakukan pelanggaran,
dan mendapat sanksi sesuai UU Kesehatan Pasal 191 Ayat :
1. menentukan
bahwa “Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang
melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan
sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien dalam keadaan
gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling
banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
2. ditentukan
bahwa dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan
dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
2. Menghalangi
program pemberian ASI eksklusif
Ny A datang ke BPM
ingin melakukan konseling tentang pemberian ASI eklusif pada bayinya. Namun
disini bidan tidak memberikan asuhan atau alternatif yang baik, tetapi
menganjurkan atau memaksa Ny A untuk tidak memberikan ASI eklusif kepada bayi
Ny A.
Pada dasarnya bidan
tidak memiliki hak untuk memaksakan tindakan atau asuhan yang dibutuhkan oleh
klien, tetapi bidan hanya dapat menganjurkan atau memberi penjelasan serta
alternatif yang terbaik untuk klien. Dari kasus diatas bidan tersebut sudah melanggar
aturan, dan mendapat sanksi sesuai UU Kesehatan Pasal 200 menentukan bahwa
setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI eksklusif
sebagaimana dimaksud dalam pasal 128 ayat (2) dipidanan dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).
3. Aborsi
Ny S berumur
21 datang ke BPM untuk melakukan aborsi. Ny S menawarkan harga yang
sangat tinggi jka bidan A mau melakukan tindak aborsi. Bidan A pun
menyanggupinya.
Aborsi yang tidak
sesuai dengan ketentuan UU merupakan tindak pidana. Dalam KUHP dan UU No.36
Tahun 2009 Pasal 194 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja
melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 ( sepuluh ) tahun dan
denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 ( satyu miliar rupiah ). DAN
UU Kesehatan No 23
tahun 1992 pasal 80 yaitu “ Barang sipa dengan sengaja melakukan tindakan medis
tertentu pada ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000, 00
(lima ratus juta rupiah).”
Keputusan Menteri Kesehatan RI No
1464/MENKES/PER/X/2010 mengenai Izin dan Pelaksanaan Praktik Bidan dapat
digolongkan dalam VII BAB, diantaranya tentang beberapa ketentuan umum,
Perizinan, Penyelenggaraan Praktik, Pencatatan dan Pelaporan, Pembinaan dan
Pengawasan, Ketentuan Peralihan, dan Ketentuan Penutup.
Dan
sebagai tenaga kesehatan khususnya bidan, dengan adanya Keputusan Menteri
Kesehatan RI No 1464/MENKES/PER/X/2010 agar menjadi landasan dasar praktik
kebidanan, sehingga tindakan yang dilakukan sesuai kewenangan seorang bidan.
a.
Bagi Mahasiswa diharapkan makalah ini
dapat menambah pengetahuan sehingga dapat memahami konsep izin dan
penyelenggaraan praktik kebidanan.
0 komentar:
Posting Komentar