Jumat, 20 Mei 2016

PERMENKES RI NO 1464/MENKES/PER/X/2010

Diposting oleh Unknown di 19.19.00

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “PERMENKES RI NO 1464/MENKES/PER/X/2010 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan ” tepat pada waktunya. Makalah ini merupakan tugas mata kuliah “Etikolegal Dalam Paraktik Kebidanan”.
Makalah ini merupakan inovasi pembelajaran untuk memahami dan mengetahui bagaimanakah sebenarnya Perkembangan psikologi pada remaja. Semoga makalah ini dapat berguna untuk para  pembaca pada umumnya dan untuk penulis pada khususnya. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu. Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami sangat membutuhkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dan pada intinya untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan agar dimasa yang akan datang lebih baik lagi.



                                                                                         Yogyakarta, 29 Maret 2016

                                                                                                          Penulis


DAFTAR ISI












BAB I

a.         Apa saja ketentuan umum yang termuat didalam Permenkes RI No 1464/menkes/per/x/2010 ?
b.        Bagaimana Izin Praktik Bidan ?
c.         Bagaimana Penyelenggaraan Praktik Bidan ?
d.        Bagaimana Pembinaan dan Pengawasan dalam Praktik Bidan ?
e.         Bagaimana Ketentuan Peralihan dalam Praktik Bidan ?
f.         Bagaimana sanksi bidan jika melakukan pelanggaran ?

1.3         Tujuan
Mengetahui dan memahami isi dari Permenkes 1464 tahun 2010 tentan Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan sehingga bisa diterapkan bagi yang bersangkutan dan membantu meningkatkan mutu dibidang pelayanan kesehatan.







BAB II
PEMBAHASAN
1.        Bidan adalah seorang perempuan yg lulus dari pendidkan bidan yang telah teregistrasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2.        Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yg digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif, yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan / atau masyarakat.
3.        Surat Tanda Registrasi, selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan yang diregistrasi setelah memiliki sertifikat kompetensi.
4.        Surat Izin Kerja Bidan, selanjutnya disingkat SIKB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
5.        Surat Izin Praktik Bidan, selanjutnya disingkat SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada Bidan yang sudah memenuhi persyaratan untuk mejalankan praktik bidan mandiri.
6.        Standar adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi yang meliputi standar pelayanan, standar profesi, dan standar operasional prosedur.
7.        Praktik mandiri adalah praktik bidan swasta perorangan.
8.        Organisasi profesi adalah Ikatan Bidan Indonesia (IBI).


Pasal 3
2.        Setiap bidan yg menjalankan praktik mandiri wajib memiliki SIPB.
3.        SIKB atau SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berlaku untuk 1 (satu) tempat.
Pasal 4
1.        Untuk memperoleh SIKB dan SIPB sebagaimana dimaksud pada pasal 3, Bidan harus mengajukan permohonan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota dengan melampirkan :
a.         Fotokopi STR yang masih berlaku dan dilegalisir
b.         Surat keterangan sehat fisik dari dokter yangg memiliki SIP
c.         Surat pernyataan memiliki tempat kerja di fasilitas pelayanan kesehatan atau tempat praktik
e.         Rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau pejabat yang ditunjuk
f.          Rekomendasi dari organisasi profesi.
2.        Kewajiban memiliki STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.        Apabila belum terbentuk Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI), Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) dan/atau proses STR belum dapat dilaksanakan, Surat Izin Bidan ditetapkan berlaku sebagai STR.
4.        Contoh surat permohonan memperoleh SIKB/ SIPB sebagaimana dimaksud   pada   ayat (1)   tercantum   dalam   Formulir I terlampir
5.        Contoh SIKB sebagaimana tercantum dalam Formulir II terlampir.
6.        Contoh SIPB sebagaimana tercantum dalam Formulir III terlampir.
Pasal 5
1.      SIKB / SIPB   dikeluarkan oleh   pemerintah daerah kabupaten / kota
2.      Dalam hal SIKB/ SIPB dikeluarkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota maka persyaratan sebagaimana dimaksud pada pasal 4 ayat (1) huruf e tidak diperlukan.
3.      Permohonan SIB/ SIPB yang disetujui atau ditolak harus disampaikan oleh pemerintah daerah kabupaten/ kota atau dinas kesehatan kabupaten/ kota kpeada pemohon dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal permohonan diterima.
Pasal 6
Bidan hanya dapat menjalankan praktik dan/atau kerja paling banyak di 1 (satu) tempat kerja dan 1 (satu) tempat praktik.
Pasal 7
1.      SIKB/SIPB berlaku selama STR masih berlaku dan dapat diperbaharui kembali jika habis masa berlakunya.
2.      Pembaharuan SIKB/SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota setempat dengan melampirkan :
a.         fotokopi SIKB/SIB yg lama
b.         fotokopi STR
c.         surat keterangan sehat fisik dari dokter yang memiliki SIP
d.        pasfoto berwarna terbaru ukuran 4×6 sebanyak 3 (tiga) lembar
e.         rekomendasi dari kepala dinas kesehatan kabupaten/kota atau   pejabat yang ditunjuk sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf e
f.          rekomendasi dari oranisasi profesi
Pasal 8
SIKB/SIPB dinyatakan tidak berlaku bila :
a.         Tempat kerja/praktik tidak sesuai lagi dengan SIKB/SIPB
b.        Masa berlakunya habis dan tidak diperpanjang
c.         Dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin

2.3         BAB III PENYELENGGARAAN PRAKTIK
Pasal 9
Bidan dalam mejalankan praktik berwenang untuk memberikan Pelayanan yang meliputi :
b.        Pelayanan kesehatan anak
c.         Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana


Pasal 10
1.        Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui dan masa antara dua kehamilan.
2.        Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a.         Pelayanan konseling pada masa pra hamil
b.         Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
c.         Pelayanan persalinan normal
d.        Pelayanan ibu nifas normal
e.         Pelayanan ibu menyusui
f.          Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
3.        Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 berwenang untuk :
a.         Episiotomi
b.         Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II
c.         Penanganan kegawat-daruratan, dlanjutkan dengan perujukan
d.        Pemberian tablet Fe pada ibu hamil
e.         Pemberian Vit A dosis tinggi pada ibu nifas
f.          Bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi ASI ekslusif
g.         Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum
h.         Penyuluhan dan konseling
i.           Bimbingan pada kelompok ibu hamil
j.           Pemberian surat keterangan kematian
k.         Pemberian surat keterangan cuti bersalin
Pasal 11
1.        Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksd dalam pasal 9 huruf b diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra sekolah
2.        Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk :
a.         Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini, injeksi vit K 1, perawatan bayi baru lahir   pada masa neonatal (0-28 hr) dan perawatan tali pusat
c.         Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan rujukan
e.         Pemantauan   tubuh kembang bayi, anak balita dan anak prasekolah
f.          Pemberian konseling dan penyuluhan
g.         Pemberian surat keterangan kelahiran
h.         Pemberian surat keterangan kematian.
Pasal 12
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c berwenang untuk
a.         Memberikan penyuluhan dan konseling; kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
b.        Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom.
Pasal 13
1.        Selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, 11, dan 12, bidan yang menjalankan program pemerintah berwenang melakukan pelayanan kesehatan meliputi :
a.         Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kotrasepsi dalam rahim, dan alat kontrasepsi bawah kulit
b.         Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus   penyakit kronis tertentu dilakukan dibawah supervisi dokter
d.        Melakukan   pembinaan   peran   serta   masyarakat di   bidang kesehatan ibu dan anak, anak   usia sekolah dan   remaja, dan penyehatan lingkungan
e.         Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah, dan anak sekolah
g.         Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnya
h.         Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) melalui informasi dan edukasi
2.        Pelayanan alat kontasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk dan memberikan peyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) hanya dapat dilakukan oleh bidan yang telah dilatih untuk itu.
Pasal 14
1.        Bagi bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dapat melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
2.        Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kecamatan atau kelurahan/ desa yang ditetapkan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/ kota.
3.        Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terdapat dokter, kewenangan bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku.
Pasal 15
1.        Pemerintah daerah provinsi/ kabupaten/ kota menugaskan bidan praktek mandiri tertentu untuk melaksanakan program pemerintah.
2.        Bidan praktek mandiri yang ditugaskan sebagai pelaksana program pemerintah berhak atas pelatihan dan pembinaan dari pemeritah daerah provinsi/ kabupaten/ kota.
Pasal 16
1.        Pada daerah yang belum memiliki dokter, pemerintah dan pemerintah daerah harus menempatkan bidan dengan pendidikan minimal Diploma III Kebidanan.
2.        Apabila tidak terdapat tenaga bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah dan pemerintah daerah dapat menempatkan bidan yang telah mengikuti pelatihan.
3.        Pemerintah daerah propinsi/kabupaten/kota bertanggung jawab menyelenggarakan pelatihan bagi bidan yang memberikan pelayanan di daerah yang tidak memilki dokter.
Pasal 17
1.        Bidan dalam menjalankan praktik mandiri harus memenuhi persyaratan meliputi :
a.         Memiliki tempat praktek, ruangan praktik dan peralatan untuk   tindakan asuhan kebidanan, serta peralatan untuk menunjang pelayanan kesehatan bayi, anak balita dan pra sekolah yang memenuhi persyaratan lingkungan sehat
b.         menyediakan maksimal 2 ( dua ) tempat tidur untuk persalinan
c.         memiliki sarana, peralatan dan obat   sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2.        Ketentuan   persyaratan tempat praktik dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) satu tercantum dalam Lampiran Peraturan ini
Pasal 18
1.      Dalam melaksanakan praktek/kerja, bidan berkewajiban untuk :
a.         menghormati hak pasien
b.         memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien dan pelayanan yang dibutuhkan
c.         merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani dengan tepat waktu
d.        meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan
e.         menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
f.          melakukan pencatatan asuhan kebidanan dan pelyanan lainnya secara sistematis
g.         mematuhi standar
h.         melakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan praktik kebidanan termasuk pelaporan kelahiran dan kematian
2.      Bidan dalam menjalankan praktik/kerja senantiasa meningkatkan mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan iptek melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya.
3.      Bidan dlm menjalankan praktik kebidanan hrs membantu program pemerintah dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
Pasal 19
1.      Dalam melaksanakan praktek bidan mempunyai hak :
a.         perlindungan hukum dalam pelaksanaan praktik/ kerja sepanjang sesuai dengan standar
b.         memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari pasien dan /atau keluarganya
c.         melaksanakan tugas sesuai dengan kewenangan dan standar
d.        menerima imbalan jasa profesi.


Pasal 23


                     Ttd

            Diundangkan di Jakarta

2.8         PENGERTIAN PRAKTIK KEBIDANAN DAN KETENTUAN PIDANA
Praktek kebidanan adalah asuhan yang diberikan oleh bidan secara mandiri baik pada perempuan yang menyangkut proses reproduksi, kesejahteraan ibu dan janin/bayinya, masa antara dalam lingkup praktek kebidanan juga termasuk pendidikan kesehatan dalam hal proses, reproduksi untuk keluarga dan komunitasnya.
Praktek kebidanan berdasarkan prinsip kemitraan dengan perempuan bersifat holistik dan menyatukannya dengan pemahaman akan pengaruh sosial, emosional, budaya, spiritual, psikologi dan fisik dari pengalaman reproduksinya.Praktek kebidanan bertujuan menurunkan/menekan mortalitas dan morbilitas ibu dan bayi yang berdasarkan ilmu-ilmu kebidanan, kesehatan, medis dan sosial untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatan ibu dan janin/bayinya.
Sedangkan ketentuan pidana adalah ketentuan yang sengaja dikenakan/dijatuhkan kepada seseorang yang telah terbukti bersalah melakukan suatu tindakan pidana. Ketentuan pidana harus berdasarkan kepada ketentuan undang-undang (pidana). Pidana berlatar belakang tata nilai (value), baik dan tidak baik, sopan dan tidak sopan, diperbolehkan dan dilarang, dll.

2.9         BEBERAPA CONTOH KASUS
1.      Bidan tidak memberi pertolongan pertama kepada pasien.
Ny A datang di BPM, Pada saat proses persalinan Ny A mengalami perdarahan hebat. Bidan yang menangani persalinan Ny langsung memberikan rujukan tanpa melakukan pertolongan pertama.
            Disini bidan sudah melakukan pelanggaran, dan mendapat sanksi sesuai UU Kesehatan Pasal 191 Ayat :
1.      menentukan bahwa “Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
2.      ditentukan bahwa dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

2.      Menghalangi program pemberian ASI eksklusif
Ny A datang ke BPM ingin melakukan konseling tentang pemberian ASI eklusif pada bayinya. Namun disini bidan tidak memberikan asuhan atau alternatif yang baik, tetapi menganjurkan atau memaksa Ny A untuk tidak memberikan ASI eklusif kepada bayi Ny A.
Pada dasarnya bidan tidak memiliki hak untuk memaksakan tindakan atau asuhan yang dibutuhkan oleh klien, tetapi bidan hanya dapat menganjurkan atau memberi penjelasan serta alternatif yang terbaik untuk klien. Dari kasus diatas bidan tersebut sudah melanggar aturan, dan mendapat sanksi sesuai UU Kesehatan Pasal 200 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI eksklusif sebagaimana dimaksud dalam pasal 128 ayat (2) dipidanan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

3.      Aborsi
Ny  S berumur  21 datang ke BPM untuk melakukan aborsi. Ny S menawarkan harga yang sangat tinggi jka bidan A mau melakukan tindak aborsi. Bidan A pun menyanggupinya.
Aborsi yang tidak sesuai dengan ketentuan UU merupakan tindak pidana. Dalam KUHP dan UU No.36 Tahun 2009 Pasal 194 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 ( sepuluh ) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 ( satyu miliar rupiah ). DAN
UU Kesehatan No 23 tahun 1992 pasal 80 yaitu “ Barang sipa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu pada ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000, 00 (lima ratus juta rupiah).”











0 komentar:

Posting Komentar

Music

 

Remember Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea